SMANDUKOM.COM – Lapangan SMAK Loyola menjadi saksi salah satu final paling dramatis dalam sejarah PGRI CUP 2025. Pertandingan yang mempertemukan PGRI Nggorang dan FAMLAN (Familia Lancang) bukan sekadar laga voli, melainkan sebuah kisah epik tentang keberanian, strategi, cinta profesi, dan persaudaraan di Hari PGRI.
Apa yang awalnya tampak sebagai kekalahan pasti di dua set awal berubah menjadi kebangkitan paling menakjubkan musim ini. PGRI Nggorang menang 3–2, menorehkan comeback yang akan lama dikenang sebagai hari ketika hati mengalahkan tekanan, ketika keyakinan menaklukkan keraguan.
FAMLAN Mendominasi Awal, Nggorang Terpuruk 0–2
Dua set pertama menjadi milik FAMLAN. Mereka tampil seperti badai timur yang mengamuk, smash spiker nomor 10 mendarat keras, blok mereka kokoh, dan koordinasi nyaris tanpa celah.
Sebaliknya, PGRI Nggorang tampak terhuyung, kehilangan ritme, sering terperangkap tekanan, dan tidak menemukan sentuhan permainan mereka.
Skor 0–2 membuat sebagian penonton menahan napas dan seperti kehilangan harapan.
Namun di bench Nggorang, para ofisial tim dan keempat pelatih; Pa Adi, Pa Yos, Pa Karol, dan Pa Yonas, mulai mengurai strategi baru yang kelak akan mengubah segalanya.
Mengubah Strategi: Di Balik Kebangkitan yang Mustahil
Melihat FAMLAN unggul dalam tempo, Pa Adi mengubah skema distribusi bola menjadi lebih tenang, cepat, dan variatif. Ia memaksa tim bermain agresif, mempercepat pola open dan quick untuk memecah pertahanan FAMLAN yang mulai kelelahan. Kalimatnya sederhana namun membakar:
“Pertandingan belum berakhir.”
Pa Yos kemudian menginstruksikan perubahan besar pada pola blok. Ia meminta pemain membaca bahu dan langkah awal spiker FAMLAN, membuat tembok Nggorang perlahan bangkit dan makin akurat menutup serangan lawan.
Sementara itu, Pa Karol menjaga mental tim. Ia mengulang satu kalimat yang kelak jadi mantra kemenangan:
“Kita belum selesai. Masih ada babak selanjutnya.”
Mengetahui stamina menjadi kunci, Pa Yonas merombak rotasi pemain. Rotasi ini membuat pertahanan belakang Nggorang hidup kembali, lebih sigap, lebih sabar, lebih percaya diri.
Set Ketiga: Bara Menjadi Nyala
PGRI Nggorang seakan menemukan kembali identitasnya.
Bola-bola mustahil berhasil diselamatkan, setter menemukan ritme, dan spiker menggempur pertahanan FAMLAN dengan variasi pukulan yang tak tertebak.
Blok lebih disiplin, serangan lebih rapi, dan set ketiga menjadi milik PGRI Nggorang.
Di sinilah titik balik lahir.
Set Keempat: Gelombang Biru Menelan Keraguan
Suporter Nggorang yang sejak awal tak pernah diam, tiba-tiba berubah menjadi badai suara.
Teriakan mereka menggulung seperti ombak besar, mendorong pemain untuk berlari lebih cepat, melompat lebih tinggi, dan bertahan lebih lama.
Rally yang sebelumnya milik FAMLAN kini berbalik arah.
Smash Nggorang keras dan akurat, blok mereka rapat, dan seluruh lapangan bergetar oleh energi yang sama: kebangkitan.
Set keempat ditutup dengan kemenangan PGRI Nggorang.
Skor 2–2.
Seluruh penonton berdiri, sebagian menahan air mata, sebagian dipenuhi adrenalin.
Set Kelima: Panggung Keberanian
Tie-break menjadi arena di mana strategi, kekuatan, dan emosi bertabrakan.
FAMLAN mencoba bangkit dengan intensitas tinggi, namun Nggorang telah menjadi tim yang berbeda, tim yang dibaptis oleh suara suporter, oleh keyakinan, oleh kasih dalam semangat PGRI.
Poin berkejaran.
Setiap bola seperti menentukan nasib dunia.
Dan pada momen ketika waktu seolah membeku, spiker nomor 11 PGRI Nggorang mengeksekusi smash terakhir yang tak mampu dihalau FAMLAN.
Bola jatuh.
15–9.
Game over. Sejarah tercipta.
Lapangan langsung meledak dalam sorakan, tawa, tangis, dan kebanggaan melebur menjadi satu.
Suporter: Nafas yang Menjadi Bensin Kebangkitan
Tak bisa diragukan, suporter PGRI Nggorang malam itu adalah roh ke-7 di lapangan. Mereka menyanyi, berteriak, dan tak hentinya memberi dukungan, bahkan saat tertinggal 0–2, tak satu pun dari mereka menyerah.
Suara mereka menjadi mantra, menjadi doa, menjadi gelombang yang menuntun kebangkitan itu.
Kemenangan ini bukan hanya soal trofi.
Ini bukti bahwa dengan strategi yang tepat, dengan keberanian yang tak runtuh, dengan dukungan yang tak henti, keajaiban selalu mungkin, bahkan saat berada dalam kegelapan paling dalam.
Sore itu, di lapangan SMAK Loyola yang penuh penonton, kemenangan terasa seperti puisi hidup, puisi tentang bangkit dari gelap dan menemukan kembali cahaya di Hari PGRI 2025.


